Pemerintahan RIS baru saja berdiri, tetapi jumlah uang yang beredar sudah mencapai angka 3,9 milyar rupiah. Jumlah tersebut dianggap berlebihan karena pemerintah mentargetkan uang beredar hanya sekitar 2,5 milyar rupiah atau sekitar 6 kali lipat dari posisi tahun 1938. Oleh karena itu pemerintah RIS harus mengambil tindakan mengurangi jumlah uang beredar sampai setengah dari jumlah yang ada.
Karena pada
waktu itu pemerintah belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar,
maka menteri keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara memilih tindakan
pembersihan uang yang drastis, dengan sekali pukul menghasilkan dua
keuntungan :
1. Langsung mengurangi jumlah uang beredar2. Menghasilkan pinjaman sekitar 1,5 milyar rupiah
Tindakan
pembersihan uang yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No.
PU/1 pada tanggal 19 Maret 1950 ini dikenal sebagai Gunting Sjafruddin
(Safruddin cut), karena dilakukan dengan cara menggunting uang menjadi 2
bagian. Kita lihat iklan yang terdapat pada mingguan Sedar tertanggal
10 November 1950 (diambil dari Jurnal Rupiah asuhan pak Adi Pratomo).
Iklan dari mingguan Sedar 10 November 1950
Uang
kertas yang terkena gunting adalah pecahan 5 gulden ke atas yang pada
waktu itu masih dipergunakan oleh masyarakat, sedangkan uang Jepang
(JIM), ORI dan ORIDA tidak terkena aturan tersebut. Mari kita lihat
jenis2 uang yang terkena gunting Sjafruddin yaitu :
1. Semua pecahan seri JP Coen, mulai dari 5 gulden sampai dengan 1000 gulden
1. Semua pecahan seri JP Coen, mulai dari 5 gulden sampai dengan 1000 gulden
2. Semua pecahan seri wayang mulai dari 5 gulden sampai dengan 1000 gulden
3. Seri NICA pecahan 5 sampai dengan 500 gulden
4. Seri Federal 1946 pecahan 5 violet, 10 hijau dan 25 merah
Uang-uang kertas yang digunting dibedakan menjadi 2 bagian yaitu kiri dan kanan.
Bagian KIRI :
Tetap
berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari
nilai semula. Dalam jangka waktu yang telah ditentukan (22 Maret sd 16
April 1950), bagian kiri uang dapat ditukar dengan uang baru yang
diterbitkan oleh De Javasche Bank berupa pecahan 1/2, 1 dan 2,5 gulden.
Ketiga pecahan baru tersebut dikenal sebagai seri Federal III tahun
1948. Sebelumnya pecahan di bawah 5 gulden bukan diterbitkan oleh DJB
melainkan oleh pemerintah Hindia Belanda (seri munbiljet).
Bagian kiri dapat ditukar dengan uang baru bernilai 1/2 dari nominal semula
Seri
Federal III 1948 merupakan seri yang diterbitkan sebagai pengganti
bagian kiri uang yang dipotong. Tidak lama kemudian untuk mengisi
kekosongan, dikeluarkan seri Federal I 1946 pecahan lainnya (5 coklat,
10 ungu, 25 hijau, 50, 100, 500 dan 1000 gulden) Jadi sebenarnya seri
Federal I 1946 terdiri dari 2 jenis yang diedarkan pada saat yang
berbeda :
Pecahan 5 violet, 10 hijau dan 25 merah yang terkena gunting Sjafruddin dan pecahan-pecahan lainnya yang diedarkan belakangan dan tidak terkena gunting. Tidak heran pecahan yang terkena gunting lebih sulit ditemukan dalam keadaan utuh dan tentunya berharga lebih mahal.
Pecahan 5 violet, 10 hijau dan 25 merah yang terkena gunting Sjafruddin dan pecahan-pecahan lainnya yang diedarkan belakangan dan tidak terkena gunting. Tidak heran pecahan yang terkena gunting lebih sulit ditemukan dalam keadaan utuh dan tentunya berharga lebih mahal.
Bagian KANAN :
Bagian ini dapat ditukarkan dengan obligasi pemerintah senilai 1/2 dari harga uang semula. Obligasi ini berjangka waktu 40 tahun dengan bunga 3% pertahun. Walaupun dapat ditukarkan, tetapi masyarakat pada waktu itu banyak yang masih belum mengerti sehingga bagian kanan uang hanya disimpan di bawah bantal. Hal inilah yang menyebabkan mengapa banyak bagian kanan yang masih tersisa sampai saat ini.
Bagian kanan ditukarkan obligasi dengan nilai 1/2 nominal.
Obligasi
pemerintah ini dikeluarkan dalam nominal 100, 500 dan 1000 rupiah,
didalamnya terdapat Petikan Keputusan Menteri Keuangan tanggal 19 maret
1950 No. PU/2. Serta 43 buah kupon yang dapat digunting serta ditukarkan
di semua kantor De Javasche Bank.
Obligasi pemerintah dengan nominal 100, 500 dan 1000 rupiah
Petikan Keputusan Menteri Keuangan No. PU/2 tanggal 19 Maret 1950
Kupon tahunan sebanyak 43 lembar dengan tingkat suku bunga 3%
Tiap
kupon memiliki tanggal, tahun dan nilai nominal, untuk obligasi 100
rupiah tiap kupon bernilai R 3.- (3 rupiah), R 15.- untuk obligasi 500
rupiah dan R 30.- untuk obligasi 1000 rupiah. Selain itu setiap kupon
memiliki nomor urut dari 1 sampai dengan 43. Nomor urut 1 artinya kupon
tersebut dapat ditukarkan di kantor DJB pada tanggal 1 September 1951,
nomor urut 2 dapat ditukarkan pada tanggal 1 September 1952 dan
seterusnya sampai dengan nomor urut 43 pada 1 September tahun 1993.
Tetapi siapa sih yang kerajinan setiap tahun menukarkan kupon2 tersebut?
Rata-rata obligasi yang ada hanya terpakai 2-10 lembar kupon saja,
bahkan ada yang masih utuh belum terpakai sama sekali.
Contoh
kupon obligasi 1000 rupiah, tiap kupon bernilai R 30.- (30 rupiah).
Perhatikan tanggal, tahun dan nomor urut di bagian kiri atas.
Akibat
adanya kebijaksanaan ini sangat banyak uang-uang kertas DJB yang
terkena imbasnya, sampai saat inipun seringkali kita menemukan uang2
kertas DJB pecahan besar hanya setengah sisinya saja. Tentu hal ini
sangat mengurangi nilai uang tersebut, tetapi bagaimanapun juga
kebijaksanaan gunting Sjafruddin merupakan bagian dari sejarah negara
kita. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang menghargai sejarahnya. Mari
kita berharap semoga kejadian seperti ini tidak pernah terulang kembali.
Terima kasih atas bantuan saran, cerita, gambar dan lain sebagainya sumbangan para teman kolektor. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua.